Korupsi Dana Desa, Eks Kades Sipare-pare Tengah Terancam 20 Tahun Penjara

Dalam keterangannya, Kapolres menegaskan komitmen kuat jajaran Polres Labuhanbatu dalam memberantas korupsi, khususnya pada sektor desa yang langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat. Kasus ini menyita perhatian karena menyangkut dana publik yang semestinya menjadi fondasi pembangunan desa.
Baca Juga:
Tersangka dalam kasus ini berinisial AH (50), seorang Aparatur Sipil Negara yang menjabat sebagai Kepala Desa Sipare-pare Tengah selama dua periode (2016–2022). Berdasarkan hasil penyidikan, AH diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam mengelola keuangan desa. Tindakan ini mengakibatkan kerugian keuangan negara yang tidak sedikit, yaitu mencapai Rp740.847.748.
Modus operandi tersangka mencerminkan bentuk penyimpangan yang kompleks. Ia tidak menyetorkan sisa anggaran ke kas desa, tidak melaksanakan sejumlah kegiatan pembangunan, dan bahkan tidak membayarkan hak-hak perangkat desa sesuai ketentuan. Tidak hanya itu, dana desa juga digunakan untuk keperluan pribadi dan membiayai kegiatan non-prioritas.
Salah satu penyimpangan paling mencolok adalah penggunaan dana desa senilai sekitar Rp150 juta untuk menggelar turnamen bola voli di desa. Turnamen tersebut bahkan melibatkan pemain profesional dari ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Proliga—kegiatan yang sama sekali tidak sesuai dengan alokasi dana desa yang ditetapkan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
"Dana desa itu adalah amanah. Dana tersebut harusnya digunakan untuk memperbaiki jalan, membangun infrastruktur, dan mendukung program kesejahteraan masyarakat. Bukan untuk mendatangkan atlet profesional demi hiburan," tegas AKBP Choky.
Lebih jauh, Kapolres menambahkan bahwa proses hukum terhadap tersangka akan dilakukan secara tegas dan transparan, sesuai dengan aturan yang berlaku. Tujuannya bukan hanya memberikan hukuman, tetapi juga sebagai bentuk edukasi hukum dan peringatan bagi seluruh kepala desa agar tidak bermain-main dengan dana publik.
Tersangka AH dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Hukuman yang mengintainya cukup berat, yakni pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun, ditambah denda dan pengembalian kerugian negara.
Dalam proses penyidikan, penyidik telah memeriksa 25 orang saksi dan 2 orang ahli, masing-masing ahli konstruksi dan ahli perhitungan kerugian negara. Sejumlah dokumen penting seperti APBDes, Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), rekening koran, dan hasil audit resmi juga telah disita sebagai barang bukti untuk memperkuat dakwaan.
Kapolres Labuhanbatu mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan komitmen institusinya dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik. Penegakan hukum tidak akan pandang bulu, dan siapa pun yang terbukti melakukan korupsi akan ditindak tegas.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap rupiah dari dana desa benar-benar dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi. Ini adalah bentuk tanggung jawab kami terhadap kepercayaan publik," pungkas Kapolres.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa dana desa bukan sekadar anggaran, melainkan amanah untuk membangun masa depan desa. Dan bagi para pemangku kepentingan, ini adalah peringatan tegas bahwa pengawasan publik dan penegakan hukum akan terus berjalan tanpa kompromi.

Aksi Sejuta Tanda Tangan di Medan Desak Pemerintah Sahkan UU Perampasan Aset Koruptor

Mantan Bendahara Dinas PUPR Nias Selatan Ditangkap di Binjai

Kejari Banyuasin Tahan Tiga Pejabat Terkait Dugaan Korupsi Retribusi Parkir

Kejati Sumut Tangkap Dua Pejabat Pendidikan Terkait Dugaan Korupsi Dana BOS di Batubara

Ahok Kaget Dengar Fakta Baru Saat Diperiksa sebagai Saksi Kasus Korupsi Pertamina
