Diduga Hina Marga Sinaga di TikTok, Seorang Wanita Resmi Dilaporkan ke Polda Sumut

Dalam keterangan resminya kepada wartawan, Dwi menjelaskan bahwa pelaporan ini dilakukan atas dasar kuasa penuh dari Ketua Umum Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boruna (PPTSB) se-Dunia, Ir. Edison Sinaga. Kuasa itu diberikan melalui instruksi langsung dari Ketua Wilayah, Shairon Sinaga, serta Ketua Bidang Hukum, Drs. Pantas Sinaga. Laporan tersebut telah tercatat dengan Nomor: STTLP/B/459/IV/2025/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 16 April 2025.
Baca Juga:
Laporan ini bermula dari sebuah video berdurasi 27 detik yang diunggah di akun TikTok dengan nama pengguna @gomgom.gomgom8. Dalam video itu, terlapor yang diketahui bernama Puteri Juliana Silaban (PJS) diduga menyampaikan ujaran yang bernada menghina dan merendahkan martabat marga Sinaga. Bahkan, dalam rekaman tersebut, ia sempat menantang publik untuk melaporkannya ke pihak berwajib.
Menurut Dwi, pernyataan yang dilontarkan oleh PJS tidak hanya menyinggung satu individu, tetapi mencederai harga diri dan kehormatan seluruh marga Sinaga di manapun berada. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal yang disorot dalam laporan adalah Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 ayat (2), yang mengatur tentang larangan penyebaran informasi yang mengandung unsur kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Dwi menegaskan, penghinaan yang dilakukan melalui media sosial bukanlah hal sepele. Sebagai komunitas yang menjunjung tinggi nilai adat, budaya, dan kehormatan, keluarga besar marga Sinaga merasa disakiti atas ucapan yang beredar di publik. Mereka menilai konten tersebut tidak pantas, tidak etis, dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal jika tidak segera ditangani.
Lebih lanjut, Dwi juga mengungkap bahwa akun TikTok tersebut bukan kali pertama membuat konten serupa. Sebelumnya akun tersebut juga pernah dilaporkan atas dugaan serupa, namun belum ada perkembangan signifikan dari proses hukum sebelumnya.
Atas dasar itu, Dwi dan pihaknya mendesak agar aparat penegak hukum bertindak cepat dan tegas. "Kami berharap Polda Sumut segera memproses laporan ini secara serius, demi menjaga martabat marga dan agar tidak menjadi preseden buruk di masa mendatang," ujarnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat, khususnya pengguna media sosial, bahwa setiap kata dan pernyataan yang disebarkan ke publik memiliki konsekuensi hukum. Kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menghina atau menyerang identitas kelompok lain, baik secara etnis maupun kultural.
Dalam era digital seperti sekarang, edukasi mengenai etika berkomunikasi di ruang publik virtual menjadi sangat penting. Media sosial seharusnya digunakan untuk menyebarkan informasi positif, bukan sebagai wadah untuk menyulut kebencian atau memicu konflik.
Kasus ini pun diharapkan dapat menjadi pelajaran bersama bahwa penghormatan terhadap sesama, baik dalam dunia nyata maupun maya, adalah kunci utama menjaga keharmonisan dan kedamaian sosial.