Analisis BMKG : Gempa Myanmar-Thailand Merupakan Gempa Dangkal Akiabt Aktivitas Sesar Besar Sagaing

Gempa tersebut, meskipun berpusat di Myanmar, terasa hingga Thailand, bahkan menyebabkan runtuhnya sebuah gedung yang sedang dibangun di Bangkok. Video yang beredar di media sosial X memperlihatkan bangunan pencakar langit di Thailand yang bergoyang saat gempa terjadi. Laporan dari Associated Press pada hari yang sama menyebutkan, selain korban jiwa, sejumlah bangunan mengalami kerusakan parah.
Baca Juga:
Menurut Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, gempa ini tergolong sebagai gempa dangkal yang disebabkan oleh aktivitas sesar besar Sagaing. Sesar ini memiliki mekanisme gempa mendatar atau strike-slip, di mana dua bagian dari kerak bumi saling bergerak horizontal. Sesar Sagaing membentang sepanjang sekitar 1.200 kilometer, dari utara ke selatan Myanmar, dan dikenal sebagai salah satu sumber gempa potensial di kawasan ini.
"Sesar Sagaing sangat aktif secara tektonik dan menjadi ancaman gempa yang signifikan. Beberapa kota besar seperti Mandalay, Sagaing, Naypyidaw, Bago, dan Yangon terletak di sepanjang sesar ini," kata Daryono. Daryono juga menjelaskan bahwa laju pergeseran sesar ini cukup signifikan, sekitar 18 hingga 22 mm per tahun, sehingga sesar ini menjadi faktor utama dalam aktivitas seismik yang tinggi di Myanmar.
Gempa dengan magnitudo M7,7 yang terjadi pada 2025 ini tercatat sebagai gempa terbesar yang terjadi akibat aktivitas sesar Sagaing sejak gempa M6,8 pada 2012. Sejarah gempa besar yang disebabkan oleh sesar Sagaing termasuk peristiwa gempa pada tahun 1931 (M7,5), 1946 (M7,3 dan M7,7), 1956 (M7,0), dan 2012 (M6,8).
Daryono menambahkan bahwa getaran gempa di Myanmar juga dirasakan sampai ibu kota Thailand, Bangkok, karena fenomena vibrasi periode panjang atau long vibration period. Tanah lunak yang ada di Bangkok merespons gelombang gempa dari jauh dengan resonansi yang dapat membahayakan bangunan tinggi. "Contohnya, pada gempa besar yang terjadi di Meksiko pada 1985, meskipun episentrumnya 350 km dari Mexico City, kerusakan hebat terjadi di kota tersebut yang terletak di kawasan rawa purba," ungkap Daryono.
Selain itu, Daryono juga menjelaskan tentang efek direktivitas, yaitu konsentrasi energi gempa yang terfokus dalam satu arah. Efek ini dapat memperburuk kerusakan, terutama pada bangunan tinggi di kawasan yang terkena dampak.
Namun, Daryono memastikan bahwa gempa yang mengguncang Myanmar dan Thailand ini tidak berpengaruh pada kegempaan di Indonesia. Indonesia tidak merasakan dampak gempa tersebut karena sumber gempa yang berbeda dan jarak episentrum yang sangat jauh dari wilayah Indonesia. "Medan tegangan gempa ini hanya berakumulasi di segmen sesar Sagaing, tidak ada hubungan dengan kegempaan di Indonesia," jelasnya.
Gempa ini menambah daftar panjang peristiwa gempa yang disebabkan oleh sesar Sagaing, yang menunjukkan risiko tinggi terhadap kerusakan di kawasan Myanmar dan sekitarnya. Meskipun gempa besar ini telah memicu kerusakan hebat di Myanmar dan Thailand, BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi gempa susulan yang masih dapat terjadi akibat aktivitas sesar yang aktif tersebut.

Malaysia Kirim Tim Bantuan Ke Myanmar Pasca Gempa Bumi, ASEAN Koordinasikan Upaya Kemanusiaan

Korban Gempa Myanmar Sudah Lebih 1000 Orang Meninggal dan Ribuan Lainnya Terluka

Gempa M 7,7 di Myanmar Tewaskan 20 Orang, Junta Minta Bantuan Internasional

BMKG Prediksi Musim Kemarau 2025 Dimulai Maret-Agustus, Diimbau Waspada

Gempa Guncang Taput, Kerusakan Meluas dan Menelan Korban Jiwa
