Angka Perceraian di Indonesia Masih Tinggi, KDRT dan Masalah Ekonomi Jadi Penyebab Utama

Menurut Direktur Bina Ketahanan Remaja Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Edi Setiawan, data dari Kementerian Agama mengungkap bahwa 61,7% kasus perceraian dipicu oleh pertengkaran dan perselisihan dalam keluarga. "Ini fakta yang kita dapat dari Kementerian Agama. Ternyata, sebagian besar perceraian disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan," ujar Edi dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).
Baca Juga:
Masalah Ekonomi dan Ghosting Turut Menyumbang Angka Perceraian
Selain perselisihan, masalah ekonomi juga menjadi faktor signifikan dalam kasus perceraian. Edi menyebutkan bahwa sekitar 20% perceraian disebabkan oleh kesulitan finansial. "Masalah ekonomi memang sering menjadi pemicu pertengkaran hingga perceraian," jelasnya.
Fenomena ghosting juga muncul sebagai penyebab perceraian. Ghosting, yang didefinisikan sebagai tindakan meninggalkan pasangan tanpa kabar dalam waktu lama, menyumbang 8,4% kasus perceraian. Sementara itu, kasus KDRT tercatat sebesar 1,3%, meskipun angka ini diperkirakan lebih besar karena masih sedikit korban yang berani melaporkan kekerasan kepada pihak berwajib.
"Kasus KDRT mungkin lebih tinggi dari yang tercatat, karena banyak korban yang enggan melapor. Ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk memberikan perlindungan dan dukungan kepada korban," tambah Edi.
Mabuk-Mabukan dan Pentingnya Mengenal Pasangan Sebelum Menikah
Edi juga menyoroti kebiasaan mabuk-mabukan sebagai salah satu penyebab perceraian. "Ini bahaya. Banyak pasangan yang belum benar-benar mengenal karakter pasangannya sebelum menikah. Menikah bukan sekadar tinggal bersama, tetapi hidup bersama. Adaptasi dan penyesuaian diri sangat penting," tegasnya.
Ia menekankan pentingnya mengenal pasangan secara mendalam sebelum memutuskan menikah. "Kenali dulu pasangan kalian. Menikah adalah komitmen jangka panjang yang membutuhkan kesiapan mental dan finansial," pesannya.
Tren Menunda Pernikahan di Kalangan Remaja
Tingginya angka perceraian membuat banyak remaja memilih untuk menunda pernikahan hingga mereka benar-benar siap secara mental dan finansial. Hal ini tercermin dari penurunan jumlah laporan perkawinan pada tahun 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Tren ini juga dipengaruhi oleh viralnya tagar #MarriageIsScary di media sosial, di mana banyak netizen membagikan pengalaman menakutkan tentang kehidupan setelah menikah. "Banyak anak muda yang kini lebih berhati-hati dalam memutuskan untuk menikah. Mereka ingin memastikan bahwa mereka benar-benar siap," ujar Edi.
Upaya Pencegahan dan Edukasi
Untuk mengurangi angka perceraian, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga terus melakukan upaya edukasi dan pencegahan. "Kami berkomitmen untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama calon pengantin, tentang pentingnya komunikasi, manajemen konflik, dan kesiapan finansial sebelum menikah," kata Edi.
Selain itu, pemerintah juga mendorong program konseling pranikah dan pascanikah untuk membantu pasangan menghadapi tantangan dalam rumah tangga. "Kami ingin memastikan bahwa setiap keluarga memiliki fondasi yang kuat untuk membangun rumah tangga yang harmonis," pungkasnya.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya persiapan sebelum menikah, diharapkan angka perceraian di Indonesia dapat menurun di masa mendatang.

Ditegur Saat Konsumsi Narkoba, Suami Bunuh Istri Hamil di Bengkalis

Aurelie Moeremans Bantah Pernah Menjanda Sebelum Menikah

Polrestabes Medan Dapat Kado Lambatnya Penanganan Dugaan Kasus KDRT Oknum ASN Bea Cukai

Usai Menikah, Aurelie Moeremans Mau Jadi IRT di Amerika

Menikah di Ujung Tahun, Pernikahan Siva Aprilia Minus Tamu
